Sabtu, 31 Desember 2016

FENOMENA MISKIN, KAYA DAN MEMBERI


Hasil gambar untuk kaya miskin

Ada pendapat, jika nanti sudah kaya baru bisa memberi, selagi miskin tak mungkin dapat memberi. Pendapat tersebut perlu dikoreksi. Pemberian, tidak selalu berupa materi, banyak bentuk lain, selain materi, seperti ilmu dan ketrampilan. Mentalitas memberi adalah sebuah kebiasaan. Mereka yang miskin dan pelit lagi, dapat dipastikan setelah kaya tetap saya pelit, kikir dan rakus. Sebaliknya, sekalipun miskin namun dermawan atau suka memberi, nanti setelah kaya, tetap memberi atau pemurah.   Sebuah fenomena hari ini, para koruptor bukanlah orang miskin, mereka adalah orang kaya, kebutuhan hidupnya secara material sudah sangat cukup, bergelimang harta, bahkan cukup untuk sekian generasi keturunannya, dan sangat mengerti korupsi itu dosa, tetapi masih saja mencuri uang rakyat. Mereka yang tergolong kaya raya ternyata tidak sedikit yang pelit, rakus, tamak, dan senang menimbun kekayaan yang nanti boleh jadi kekayaannya itu akan menjadi bahan bakar untuk membakar dirinya di akhirat nanti.
Fenomena sebaliknya adalah tidak sedikit pula orang sukses di berbagai profesi yang membuatnya tercatat sebagai orang kaya di dunia sekarang ini, tidak terkecuali di Indonesia, ternyata mereka berasal dari awalnya adalah orang miskin yang memiliki; (1) virus mental “The Need of Diving” atau “Keinginan Memberi”; (2) memperoleh akses pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas, baik pada pendidikan informal, formal dan nonformal; (3) setelah mereka berhasil, sukses dan kaya, mereka membagi kekayaannya untuk orang lain, terutama untuk pengembagan sumber daya manusia. Beberapa contoh berikut ini. Burhan Urai, masa kecil, mau makan setiap harinya harus berjuang keras dan lebih sering tidak makan. Setelah kaya ia bagi kekayaannya untuk orang miskin. Tahun 2012 lalu, ia mengirim dan membiayai 5.000 guru Indonesia belajar bahasa Mandarin ke Cina. Bruce Lee, sejak kecil dari keluarga miskin, memiliki cita-cita yang sangat mulia, yakni ingin memberi, tetapi tidak tahu caranya, bagaimana dalam kemiskinan ini bisa memberi. Singkat cerita, ia bekerja di sebuah rumah makan di Taxas. Uang yang diperolehnya dari mencuci piring di rumah makan tersebut digunakan untuk mengikuti pendidikan bela diri di sebuah pusat pelatihan. Prestasinya menonjok, akhirnya mengikuti banyak pertandingan dan menjuarainya, akhirnya menjadi orang Asia pertama di Hollyword. Dari kejuaran demi kejuaran dan menjadi bintang film laga, ia memperoleh uang yang kemudian digunakannya untuk mewujudkan apa yang telah menjadi keinginannya sejak kecil, yakni ingin memberi.
Kita harus bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah dan masyarakat yang dari tahun ke tahun memberi dan menambah jumlah penerima beasiswa bagi keluarga kurang mampu secara ekonomi, semoga mereka nanti menjadi agen perubahan menuju Indonesia yang lebih maju, beradab dan bermartabat.  “Setiap orang bisa menjadi hebat karena setiap orang bisa melayani”. Oleh karena itu, Jangan tunda untuk memberi. Jangan menunggu kaya, sudah sangat banyak nikmat yang telah Allah Swt berikan kepada kita hingga sekarang ini, baik pikiran, kesehatan, kesempatan dan sebagainya. Berikan apa yang masih kita miliki; harta, pikiran, pengetahuan dan ketrampilan, pengampuan dan memaafkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar