Ada
pendapat, jika nanti sudah kaya baru bisa memberi, selagi miskin tak mungkin
dapat memberi. Pendapat tersebut perlu dikoreksi. Pemberian, tidak selalu
berupa materi, banyak bentuk lain, selain materi, seperti ilmu dan ketrampilan.
Mentalitas memberi adalah sebuah kebiasaan. Mereka yang miskin dan pelit lagi,
dapat dipastikan setelah kaya tetap saya pelit, kikir dan rakus. Sebaliknya,
sekalipun miskin namun dermawan atau suka memberi, nanti setelah kaya, tetap
memberi atau pemurah. Sebuah fenomena hari ini, para koruptor
bukanlah orang miskin, mereka adalah orang kaya, kebutuhan hidupnya secara
material sudah sangat cukup, bergelimang harta, bahkan cukup untuk sekian
generasi keturunannya, dan sangat mengerti korupsi itu dosa, tetapi masih saja
mencuri uang rakyat. Mereka yang tergolong kaya raya ternyata tidak sedikit
yang pelit, rakus, tamak, dan senang menimbun kekayaan yang nanti boleh jadi
kekayaannya itu akan menjadi bahan bakar untuk membakar dirinya di akhirat
nanti.
Fenomena
sebaliknya adalah tidak sedikit pula orang sukses di berbagai profesi yang
membuatnya tercatat sebagai orang kaya di dunia sekarang ini, tidak terkecuali
di Indonesia, ternyata mereka berasal dari awalnya adalah orang miskin yang
memiliki; (1) virus mental “The Need of Diving” atau “Keinginan Memberi”; (2)
memperoleh akses pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas, baik pada
pendidikan informal, formal dan nonformal; (3) setelah mereka berhasil, sukses
dan kaya, mereka membagi kekayaannya untuk orang lain, terutama untuk
pengembagan sumber daya manusia. Beberapa contoh berikut ini. Burhan Urai, masa
kecil, mau makan setiap harinya harus berjuang keras dan lebih sering tidak
makan. Setelah kaya ia bagi kekayaannya untuk orang miskin. Tahun 2012 lalu, ia
mengirim dan membiayai 5.000 guru Indonesia belajar bahasa Mandarin ke Cina. Bruce
Lee, sejak kecil dari keluarga miskin, memiliki cita-cita yang sangat mulia,
yakni ingin memberi, tetapi tidak tahu caranya, bagaimana dalam kemiskinan ini
bisa memberi. Singkat cerita, ia bekerja di sebuah rumah makan di Taxas. Uang
yang diperolehnya dari mencuci piring di rumah makan tersebut digunakan untuk
mengikuti pendidikan bela diri di sebuah pusat pelatihan. Prestasinya menonjok,
akhirnya mengikuti banyak pertandingan dan menjuarainya, akhirnya menjadi orang
Asia pertama di Hollyword. Dari kejuaran demi kejuaran dan menjadi bintang film
laga, ia memperoleh uang yang kemudian digunakannya untuk mewujudkan apa yang
telah menjadi keinginannya sejak kecil, yakni ingin memberi.
Kita
harus bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah dan masyarakat yang dari
tahun ke tahun memberi dan menambah jumlah penerima beasiswa bagi keluarga
kurang mampu secara ekonomi, semoga mereka nanti menjadi agen perubahan menuju
Indonesia yang lebih maju, beradab dan bermartabat. “Setiap orang bisa menjadi hebat karena setiap
orang bisa melayani”. Oleh karena itu, Jangan tunda untuk memberi. Jangan
menunggu kaya, sudah sangat banyak nikmat yang telah Allah Swt berikan kepada kita
hingga sekarang ini, baik pikiran, kesehatan, kesempatan dan sebagainya.
Berikan apa yang masih kita miliki; harta, pikiran, pengetahuan dan
ketrampilan, pengampuan dan memaafkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar