Sabtu, 31 Desember 2016

KEBHINEKAAN BAGI KEMAJUAN BANGSA



Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan yang diambil oleh Mpu Tantular dari konsep teologi Hindu yang berbunyi Bhina Ika Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mengrawa. Artinya, berbeda beda Dia, tapi satu adanya tak ada ajaran yang menduakannya. Dalam hal ini semboyan Bhineka Tunggal Ika dijadikan pedoman dari bangsa Indonesia dalam merangkul keberagaman yang terdapat di Negara kita Indonesia. Bhineka ini pun dimasukkan kedalam salah satu pilar kebangsaan yang di antaranya adalah UUD 1945, Pancasila, dan NKRI. Keempat pilar ini dilahirkan dalam rangka memajukan Indonesia yang lebih baik.
Sejalan dengan perjalanan bangsa pasca kemerdekaan muncul factor yang menjadi penghambat dalam realisasi konsep Bhineka Tunggal Ika itu yang sering ditandai dengan seringnya Indonesia mengalami disintegrasi bengsa dengan maraknya kekerasan antara suku, konflik yang berlatarbelakang agama,dan lain sebagainya, serta menjadi sorotan dunia Internasional. Ada fakor politik, sosial, ekonomi, hukum , HAM dan kebudayaan. Namun yang paling menjadi perhatian serius oleh masyarakat adalah persoalan identitas kebangsaan dalam hal ini persoalan kebhinekaan.
Persoalan kebhinekaan ini memang tidak akan bisa lepas dari perbincangan seluruh kalangan masyarakat karena keberagaman di Indonesia ini bukan hanya dalam bentuk cerita namun memang sebuah realita. Suku, agama, ras antar golongan ini merupakan hal nyata dari sebuah kemajemukan yang menjadi kekayaan bangsa kita. Namun dewasa ini hal yang menjadi kekayaan bangsa dan menjadi kebanggaan kita justru menjadi momok yang sering dijadikan latar belakang dari terjadinya perpecahan bangsa yang berujung kepada konflik nasional.
Persoalan SARA ini sudah terendus dari dahulu ketika para pendiri bangsa sudah mencoba untuk memproteksi masalah ini dengan terteranya pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945, namun pada kenyataannya di beberapa daerah terjadi intoleransi beragama yang tidak jarang menyebabkan para penganut agama tertentu mengalami diskriminasi, selain itu konflik horizontal antar daerahpun tidak dapat terelakan di beberapa kasus. Persoalan ini tentunya harus menjadi perhatian khusus bagi seluruh stake holder bangsa kita karena melihat kebhinekaan ini sebenarnya bukan merupakan alasan bagi terjadinya perpecahan sesama masyarakat namun ini diarahkan kepada bentuk daripada salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Jika kita menoleh lebih jauh kebelakang melihat sosok yang mengambil semboyan ini yaitu Mpu Tantular, ia merupakan penganut agama Budha, namun ia terbuka terhadap pemeluk agama lain, terutama Hindu Siwa. Artinya sebenarnya sudah sejak lama bangsa Indonesia ini mempraktikan hidup dengan menganut toleran terhadap pluralitas. Ini adalah tradisi dan sudah melekat serta menjiwai setiap anggota masyarakat. Ini pula yang menciptakan keberagaman yang rukun dan sudah sangat mengakar pada bangsa Indonesia.
Mantapnya kebhinekaan Indonesia dan kuatnya perekat kesatuan negara kita tersebut hanya dapat dicapai dengan mematangkan pendidikan multikultur yang ideal melalui design kebhinekaan yang mengintergrasikan seluruh aspek pendidikan nilai, pengetahuan, dan keterampilan hidup manusia dalam masyarakat Indonesia yang multikultur.
Sistem pendidikan saat ini dianggap kurang dalam mensosialisasikan nilai-nilai seperti humanis, sehingga masih belum membentuk paradigma manusia yang mampu memahami paradigma multikulturalisme yang proporsional akibat distorsi-distorsi seperti contohnya distorsi agama yang kerap dijadikan pembenar bagi terjadinya konflik antaragama. Melihat hal diatas maka sebagai penerus sekaligus tulang punggung bangsa, generasi muda diharapkan mampu menanamkan semangat toleransi pluralisme, dan penghargaan antar kelompok agar tetap lestari dan menjadi dasar kehidupan berbangsa. Persepsi generasi muda tentang persoalan kebangsaan, pluralitas dan kepemimpinan nasional sangatlah penting dalam rangka mengeksplorasi opini dan sikap publik tentang kebhinekaan di Indonesia.
Saat ini sangat diperlukan adanya kelompok-kelompok yang diisi oleh anak muda dalam upaya membangun toleransi keberagaman dan mendorong semangat kebhinekaan. Pengalaman kehidupan sehari-hari para pelajar Indonesia serta gagasan-gagasan yang dimiliki oleh generasi muda harus mulai di tanam, dipupuk, dan di sirami. Karena saat ini melihat pelatihan atau seminar- seminar yang arahnya kepada semangat kebhinekaan yang diadakan oleh orang-orang tua dapat dikatakan hanya sebagai seremonial atau formalitas saja, maka dari itu semangat yang dimiliki oleh intelektual muda yang idialismenya dapat diadu mungkin harus mulai mendominasi untuk mengisi semangat multikultur ini. Karena dengan memperluas wacana kebhinekaan di kalangan anak muda, dalam jangka panjang diharapkan dapat terbangun secara luas pengejawantahan kebhinekaan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar