Bhineka
Tunggal Ika merupakan semboyan yang diambil oleh Mpu Tantular dari konsep
teologi Hindu yang berbunyi Bhina Ika Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mengrawa.
Artinya, berbeda beda Dia, tapi satu adanya tak ada ajaran yang menduakannya.
Dalam hal ini semboyan Bhineka Tunggal Ika dijadikan pedoman dari bangsa
Indonesia dalam merangkul keberagaman yang terdapat di Negara kita Indonesia.
Bhineka ini pun dimasukkan kedalam salah satu pilar kebangsaan yang di
antaranya adalah UUD 1945, Pancasila, dan NKRI. Keempat pilar ini dilahirkan
dalam rangka memajukan Indonesia yang lebih baik.
Sejalan
dengan perjalanan bangsa pasca kemerdekaan muncul factor yang menjadi
penghambat dalam realisasi konsep Bhineka Tunggal Ika itu yang sering ditandai
dengan seringnya Indonesia mengalami disintegrasi bengsa dengan maraknya
kekerasan antara suku, konflik yang berlatarbelakang agama,dan lain sebagainya,
serta menjadi sorotan dunia Internasional. Ada fakor politik, sosial, ekonomi,
hukum , HAM dan kebudayaan. Namun yang paling menjadi perhatian serius oleh
masyarakat adalah persoalan identitas kebangsaan dalam hal ini persoalan
kebhinekaan.
Persoalan
kebhinekaan ini memang tidak akan bisa lepas dari perbincangan seluruh kalangan
masyarakat karena keberagaman di Indonesia ini bukan hanya dalam bentuk cerita
namun memang sebuah realita. Suku, agama, ras antar golongan ini merupakan hal
nyata dari sebuah kemajemukan yang menjadi kekayaan bangsa kita. Namun dewasa
ini hal yang menjadi kekayaan bangsa dan menjadi kebanggaan kita justru menjadi
momok yang sering dijadikan latar belakang dari terjadinya perpecahan bangsa
yang berujung kepada konflik nasional.
Persoalan
SARA ini sudah terendus dari dahulu ketika para pendiri bangsa sudah mencoba
untuk memproteksi masalah ini dengan terteranya pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD
1945, namun pada kenyataannya di beberapa daerah terjadi intoleransi beragama
yang tidak jarang menyebabkan para penganut agama tertentu mengalami
diskriminasi, selain itu konflik horizontal antar daerahpun tidak dapat
terelakan di beberapa kasus. Persoalan ini tentunya harus menjadi perhatian
khusus bagi seluruh stake holder bangsa kita karena melihat kebhinekaan
ini sebenarnya bukan merupakan alasan bagi terjadinya perpecahan sesama
masyarakat namun ini diarahkan kepada bentuk daripada salah satu kekayaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Jika kita
menoleh lebih jauh kebelakang melihat sosok yang mengambil semboyan ini yaitu
Mpu Tantular, ia merupakan penganut agama Budha, namun ia terbuka terhadap
pemeluk agama lain, terutama Hindu Siwa. Artinya sebenarnya sudah sejak lama
bangsa Indonesia ini mempraktikan hidup dengan menganut toleran terhadap
pluralitas. Ini adalah tradisi dan sudah melekat serta menjiwai setiap
anggota masyarakat. Ini pula yang menciptakan keberagaman yang rukun dan sudah
sangat mengakar pada bangsa Indonesia.
Mantapnya kebhinekaan Indonesia
dan kuatnya perekat kesatuan negara kita tersebut hanya dapat dicapai dengan
mematangkan pendidikan multikultur yang ideal melalui design kebhinekaan yang
mengintergrasikan seluruh aspek pendidikan nilai, pengetahuan, dan keterampilan
hidup manusia dalam masyarakat Indonesia yang multikultur.
Sistem
pendidikan saat ini dianggap kurang dalam mensosialisasikan nilai-nilai seperti
humanis, sehingga masih belum membentuk paradigma manusia yang mampu memahami
paradigma multikulturalisme yang proporsional akibat distorsi-distorsi seperti
contohnya distorsi agama yang kerap dijadikan pembenar bagi terjadinya konflik
antaragama. Melihat hal diatas maka sebagai penerus sekaligus tulang punggung
bangsa, generasi muda diharapkan mampu menanamkan semangat toleransi
pluralisme, dan penghargaan antar kelompok agar tetap lestari dan menjadi dasar
kehidupan berbangsa. Persepsi generasi muda tentang persoalan kebangsaan,
pluralitas dan kepemimpinan nasional sangatlah penting dalam rangka
mengeksplorasi opini dan sikap publik tentang kebhinekaan di Indonesia.
Saat ini
sangat diperlukan adanya kelompok-kelompok yang diisi oleh anak muda dalam upaya
membangun toleransi keberagaman dan mendorong semangat kebhinekaan. Pengalaman
kehidupan sehari-hari para pelajar Indonesia serta gagasan-gagasan yang
dimiliki oleh generasi muda harus mulai di tanam, dipupuk, dan di sirami.
Karena saat ini melihat pelatihan atau seminar- seminar yang arahnya kepada
semangat kebhinekaan yang diadakan oleh orang-orang tua dapat dikatakan hanya
sebagai seremonial atau formalitas saja, maka dari itu semangat yang dimiliki
oleh intelektual muda yang idialismenya dapat diadu mungkin harus mulai
mendominasi untuk mengisi semangat multikultur ini. Karena dengan memperluas
wacana kebhinekaan di kalangan anak muda, dalam jangka panjang diharapkan dapat
terbangun secara luas pengejawantahan kebhinekaan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar