Sejak
beberapa bulan terakhir berbagai platform media sosial dipenuhi dengan sharing
link berita berisi topik yang sensitif. Dua yang paling ngetren adalah tentang
topik politik dan agama. Tidak sulit menemukan link berita tidak kredibel
dibagikan oleh para netizen Indonesia. Awalnya masih bisa dimaklumi karena yang
membagikan link tidak kredible hanya segelintir orang saja. Namun semakin
kesini, semakin banyak netizen yang tampaknya kesulitan membedakan mana berita
berdasarkan fakta dan mana berita opini yang hoax serta dipenuhi propaganda. Fenomena
netizen yang suka asal share link ini semakin menyedihkan saat mereka
mempercayai berita tanpa verifikasi. Sayangnya, beberapa berita yang diyakini
benar tersebut adalah berita bohongan. Hanya karena judul yang seksi dan memuat
topik politik atau agama seperti ekspektasi pembaca, maka berita tersebut
seolah layak untuk dibagikan di laman media sosial mereka.
Belum lagi
belakangan ini tren menunjukkan bahwa netizen Indonesia lebih senang membaca
berita dari media alternatif. Kekecewaan netizen Indonesia terhadap
agenda-agenda media arus utama membawa mereka memilih media alternatif untuk
dikonsumsi. Sayangnya, tidak semua media alternatif tersebut menyajikan berita
yang lebih berimbang, faktual, dan kredibel. Justru tidak sedikit media
alternatif tersebut memuat berita palsu atau abal-abal. Dari sini, kita bisa
menyimpulkan bahwa ada fenomena baru pada netizen Indonesia. Banyak netizen
yang membaca berita untuk memenuhi ekspektasi yang sesuai dengan pandangannya
dan mereka enggan memverifikasi kebenaran berita tersebut.
Kondisi
semacam ini bila dibiarkan berlarut-larut memberikan ancaman tersendiri bagi
bangsa. Bukan tidak mungkin masyarakat Indonesia terpecah menjadi beberapa
golongan. Belum lagi bila momentum ini dimanfaatkan oleh golongan tertentu
untuk memasukkan paham-paham yang radikal atau merusak. Dilansir dari Tirto.id,
di Indonesia kelompok masyarakat religius sering menjadi sasaran dari
berita-berita yang penuh propaganda. Bukan hanya mereka yang beragama
mayoritas, namun yang minoritas pun ikut-ikutan. Informasi yang menimbulkan
ketakutan hingga iming-iming surga setelah melakukan aksi tertentu mudah sekali
ditemukan. Masih dilansir dari situs yang sama, Wisnu Prasetya Utomo, peneliti
media dari Remotivi mengungkapkan alasan kelompok religius masih mudah percaya
pada berita hoax berbau agama. Hal itu tidak lain disebabkan oleh kepercayaan
mereka pada hal-hal di luar nalar yang masih tinggi. Bila ditarik lebih jauh,
kondisi ini bisa membahayakan kebhinekaan Indonesia. Pasalnya, kepercayaan yang
berlebihan pada golongan tertentu bisa menciptakan primordialisme yang selanjutnya
menurunkan toleransi antargolongan dan bisa berakhir pada perpecahan.
Atau secara
tidak kasat mata, jejaring teroris juga bisa masuk dari celah ini. Buktinya,
banyak jaringan ISIS yang belakangan ini melakukan aksi teror dan setelah
ditangkap data mengungkap bahwa awal mereka bergabung melalui jejaring
online. Maka dari itu, fenomena yang dijelaskan dalam artikel ini
sepatutnya menjadi perhatian sendiri. Tidak berlebihan kiranya kalau kita
menyebut kebhinekaan Indonesia sebagian ada pada kebiasaan orang Indonesia
mengonsumsi berita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar